Skip to main content
BAB WUDLU’

(Fasal) menjelaskan wardlu-wardlu wudlu’.

(فَصْلٌ) فَيْ فُرُوْضِ الْوُضُوْءِ

Lafadz “al wudlu’” dengan terbaca dlammah huruf waunya, menurut pendapat yang paling masyhur adalah nama pekerjaannya. Dan dengan terbaca fathah huruf wa’unya “al wadlu’” adalah nama barang yang digunakan untuk melakukan wudlu’.


وَهُوَ بِضَمِّ الْوَاوِ فِي الْأْشْهَرِ اسْمٌ لِلْفِعْلِ, وَهُوَ الْمُرَادُ هُنَّا, وَبِفَتْحِ الْوَاوِ اسْمٌ لِمَا يُتَوَضَّأُ بِهِ

Lafadz yang pertama (al wudlu’) mencakup beberapa fardlu dan beberapa kesunnahan.

وَيَشْتَمِلُ الْأَوَّلُ عَلَى فُرُوْضٍ وَسُنَنٍ

Fardlunya wudlu’


Mushannif menyebutkan fardlu-fardlunya wudlu’ di dalam perkatan beliau,“fardlunya wudlu’ ada enam perkara.”

وَذَكَرَ الْمُصَنِّفُ الْفُرُوْضَ فِيْ قَوْلِهِ (وَفُرُوْضُ الْوُضُوْءِ سِتَّةُ أَشْيَاءَ)


Niat wudlu’


Pertama adalah niat. Hakikat niat secara syara’ adalah menyengaja sesuatu besertaan dengan melakukannya. Jika melakukannya lebih akhir dari pada kesengajaannya, maka disebut ‘azm.


أَحَدُهَا (النِّيَّةُ) وَحَقِيْقَتُهَا شَرْعًا قَصْدُ الشَّيْئِ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ. فَإِنْ تَرَاخَى عَنْهُ سُمِّيَ عَزْمًا.

Niat dilakukan saat membasuh awal bagian dari wajah. Maksudnya bersamaan dengan basuhan bagian tersebut, bukan sebelumnya dan bukan setelahnya.


وَتَكُوْنُ النِّيَّةُ (عِنْدَ غَسْلِ) أَوَّلِ جُزْءٍ مِنَ (الْوَجْهِ) أَيْ مُقْتَرِنَةً بِذَلِكَ الْجُزْءِ لَابِجَمِيْعِهِ وَلَا بِمَا قَبْلَهُ وَلَا بِمَا بَعْدَهُ

Sehingga, saat membasuh anggota tersebut, maka orang yang wudlu’ melakukan niat menghilangkan hadats dari hadats-hadats yang berada pada dirinya.


فَيَنْوِي الْمُتَوَضِّئُ عِنْدَ غَسْلِ مَا ذُكِرَ رَفْعَ حَدَثٍ مِنْ أَحْدَاثِهِ.

Atau niat agar diperkenankan melakukan sesuatu yang membutuhkan wudlu’. Atau niat fardlunya wudlu’ atau niat wudlu’ saja.


أَوْ يَنْوِي اسْتِبَاحَةَ مُفْتَقِرٍ إِلَى وُضُوْءٍ أَوْ يَنْوِيْ فَرْضَ الْوُضُوْءِ أَوِ الْوُضُوْءَ فَقَطْ.

Atau niat bersuci dari hadats. Jika tidak menyebutkan kata “dari hadats” (hanya niat bersuci saja), maka wudlu’nya tidak syah.

أَوِ الطَّهَارَةَ عَنِ الْحَدَثِ فَإِنْ لَمْ يَقُلْ عَنِ الْحَدَثِ لَمْ يَصِحَّ

Ketika dia sudah melakukan niat yang dianggap syah dari niat-niat di atas, dan dia menyertakan niat membersihkan badan atau niat menyegarkan badan, maka hukum wudlu’nyatetap syah.

وَإَذَا نَوَى مَا يُعْتَبَرُ مِنْ هَذِهِ النِّيَّاتِ وَشَرَّكَ مَعَهُ نِيَّةَ تَنَظُّفٍ أَوْ تَبَرُّدٍ صَحَّ وُضُوْؤُهُ.


Membasuh Wajah


Fardlu kedua adalah membasuh seluruh wajah.


(وَ) الثَّانِيْ (غَسْلُ) جَمِيْعِ (الْوَجْهِ).

Batasan panjang wajah adalah anggota di antara tempat-tempat yang umumnya tumbuh rambut kepala dan pangkalnyalahyaini (dua rahang).Lahyaini adalah dua tulang tempat tumbuhnya gigi bawah. Ujungnya bertemu di janggut dan pangkalnya berada di telinga.


وَحَدُّهُ طُوَلًا مَا بَيْنَ مَنَابِتِ شَعْرِ الرَّأْسِ غَالِبًا وَآخِرُ اللَّحْيَيْنِ وَهُمَا الْعَظَمَانِ اللَّذَانِ يَنْبُتُ عَلَيْهِمَا الْأَسْنَانُ السُّفْلَى يَجْتَمِعُ مُقَدِّمُهُمَا فِي الذَّقَنِ وَمُؤَخِّرُهُمَا فِي الْأُذُنِ

Dan batasan lebar wajah adalah anggota di antara kedua telinga.


وَحَدُّهُ عَرْضًا مَا بَيْنَ الْأُذُنَيْنِ

Ketika di wajah terdapat bulu yang tipis atau lebat, maka wajib mengalirkan air pada bulu tersebut beserta kulit yang berada di baliknya / di bawahnya.


وَإِذَا كَانَ عَلَى الْوَجْهِ شَعْرٌ خَفِيْفٌ أَوْ كَثِيْفٌ وَجَبَ إِيْصَالُ الَمَاءِ إِلَيْهِ مَعَ الْبَشَرَةِ الَّتِيْ تَحْتَهُ

Namun untuk jenggotnya laki-laki yang lebat, dengan gambaran orang yang diajak bicara tidak bisa melihat kulit yang berada di balik jenggot tersebut dari sela-selanya, maka cukup dengan membasuh bagian luarnya saja.


وَأَمَّا لِحْيَةُ الرَّجُلِ الْكَثِيْفَةُ بِأَنْ لَمْ يَرَ الْمُخَاطَبُ بَشَرَتَهَا مِنْ خِلَالِهَا فَيَكْفِيْ غَسْلُ ظَاهِرِهَا

Berbeda dengan jenggot yang tipis, yaitu jenggot yang mana kulit yang berada di baliknya bisaterlihat oleh orang yang diajak bicara, maka wajib mengalirkan air hingga ke bagian kulit di baliknya.


بِخِلَافِ الْخَفِيْفَةِ وَهِيَ مَا يَرَى الْمُخَاطَبُ بَشَرَتَهَا فَيَجِبُ إِيْصَالُ الْمَاءِ لِبَشَرِتِهَا

Dan berbeda lagi dengan jenggotnya perempuan dan khuntsa, maka wajib mengalirkan air ke bagian kulit yang berada di balik jenggot keduanya, walaupun jenggotnya lebat.


وَبِخِلَافِ لِحْيَةِ امْرَأَةٍ وَخُنْثَى فَيَجِبُ إِيْصَالُ الْمَاءِ لِبَشَرِتِهَمَا وَلَوْ كَثُفَا

Di samping membasuh seluruh wajah, juga harus membasuh sebagian dari kepala, leher dan anggota di bawah janggut[1].

وَلَابُدَّ مَعَ غَسْلِ الْوَجْهِ مِنْ غَسْلِ جُزْءٍ مِنَ الرَّأْسِ وَالرَّقَبَةِ وَمَا تَحْتَ الذَّقَنِ


Membasuh Kedua Tangan


Fardlu yang ketiga adalah membasuh kedua tangan hingga kedua siku.


(وَ) الثَّالِثُ (غَسْلُ الْيَدَّيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ)

Jika seseorang tidak memiliki kedua siku, maka yang dipertimbangkan adalah kira-kiranya.


فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ مِرْفَقَانِ اعْتُبِرَ قَدْرُهُمَا

Dan wajib membasuh perkara-perkara yang berada di kedua tangan, yaitu bulu, uci-uci, jari tambahan dan kuku.


وَيَجِبُ غَسْلُ مَا عَلَى الْيَدَّيْنِ مِنْ شَعْرٍ وَسِلْعَةٍ وَأُصْبُعٍ زَائِدَةٍ وَأَظَافِيْرَ

Dan wajib menghilangkan perkara yang berada di bawah kuku, yaitu kotoran-kotoran yang bisa mencegah masuknya air.

وَيَجِبُ إِزَالَةُ مَا تَحَتَهَا مِنْ وَسَخٍ يَمْنَعُ وُصُوْلَ الْمَاءِ


Mengusap Kepala


Fardlu yang ke empat adalah mengusap sebagian kepala, baik laki-laki atau perempuan.


(وَ) الرَّابِعُ (مَسْحُ بَعْضِ الرَّأْسِ) مِنْ ذَكَرْ أَوْ أُنْثَى

Atau mengusap sebagian rambut yang masih berada di batas kepala.


أَوْ مَسْحُ بَعْضِ شَعْرٍ فِيْ حَدِّ الرَّأْسِ

Tidak harus menggunakan tangan untuk mengusap kepala, bahkan bisa dengan kain atau yang lainnya.


وَلَاتَتَعَيَّنُ الْيَدُّ لِلْمَسْحِ بَلْ يَجُوْزُ بِخِرْقَةٍ وَغَيْرِهَا

Seandainya dia membasuh kepala sebagai ganti dari mengusapnya, maka diperkenankan.


وَلَوْ غَسَلَ رَأْسَهُ بَدَلَ مَسْحِهَا جَازَ

Dan seandainya dia meletakkan (di atas kepala) tangannya yang telah di basahi dan tidak mengerakkannya, maka diperkenankan.

وَلَوْ وَضَعَ يَدَّهُ الْمَبْلُوْلَةَ وَلَمْ يَحَرِّكْهَا جَازَ


Membasuh Kedua Kaki


Fardlu yang ke lima adalah membasuh kedua kaki hingga kedua mata kaki, jika orang yang melaksanakan wudlu’ tersebut tidak mengenakan dua muza.


(وَ) الْخَامْسُ (غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ) إِنْ لَمْ يَكُنِ الْمُتَوَضِّئُ لَابِسًا لِلْخُفَّيْنِ

Jika dia mengenakan duamuza, maka wajib bagi dia untuk mengusap keduamuza atau membasuh kedua kaki.


فَإِنْ كَانَ لَابِسَهُمَا وَجَبَ عَلَيْهِ مَسْحُ الْخُفَّيْنِ أَوْ غَسْلُ الرِّجْلَيْنِ

Dan wajib membasuh perkara-perkara yang berada di kedua kaki, yaitu bulu, daging tambahan, dan jari tambahan sebagaimana keteranganyang telah dijelaskan di dalam permasalahan kedua tangan.

وَيَجِبُ غَسْلُ مَا عَلَيْهِمَا مِنْ شَعْرٍ وَسِلْعَةٍ وَأُصْبُعٍ زَائِدَةٍ كَمَا سَبَقَ فِي الْيِدَّيْنِ


Tertib


Fardlu yang ke enam adalah tertib di dalam pelaksanaan wudlu’ sesuaidengan cara yang telah saya jelaskan di dalamurutan fardlu-fardlunya wudlu’.


(وَ) السَّادِسُ (التَّرْتِيْبُ) فِي الْوُضُوْءِ (عَلَى مَا) أَيِ الْوَجْهِ الَّذِيْ (ذَكَرْنَاهُ) فِيْ عَدِّ الْفُرُوْضِ

Sehingga, kalau lupa tidak tertib, maka wudlu’ yang dilaksanakan tidak mencukupi.


فَلَوْ نَسِيَ التَّرْتِيْبَ لَمْ يَكْفِ

Seandainya ada empat orang yang membasuh seluruh anggota wudlu’nya seseorang sekaligus dengan seizinnya, maka yang hilang hanya hadats wajahnya saja.

وَلَوْ غَسَلَ أَرْبَعَةٌ أَعْضَاءَهُ دَفْعَةً وَاحِدَةً بِإِذْنِهِ ارْتَفَعَ حَدَثُ وَجْهِهِ فَقَطْ .


Comments

Popular posts from this blog

TERJEMAHAN KITAB FATHUL QORIB (BAJURI) BAB THAHARAH

KITAB MENJELASKAN HUKUM-HUKUM THAHARAH وَالْكِتَابُ لُغَةً مَصْدَرٌ بِمَعْنَى الضَّمِّ وَالْجَمْعِ وَاصْطِلَاحًا اسْمٌ لِجِنْسٍ مِنْ الْأَحْكَامِ “ Kitab ”  secara bahasa adalah bentuk kalimat masdar  yang bermakna mengumpulkan. Sedangkan secara istilah adalah nama suatu jenis dari beberapa hukum. أَمَّا الْبَابُ فَاسْمٌ لِنَوْعٍ مِمَّا دَخَلَ تَحْتَ ذَلِكَ الْجِنْسِ Adapun  “ bab ”  adalah nama bagi satu macam yang masuk di bawah cakupan jenis hukum tersebut. Definisi Thaharah وَالطَّهَارَةُ بِفَتْحِ الطَّاءِ لُغَةً النَّظَافَةُ وَأَمَّا شَرْعًا فَفِيْهَا تَفَاسِيْرُ كَثِيْرَةٌ Lafahz “ath thaharah” dengan dibaca fathah huruf tha’nya, secara bahasa bermakna bersih. Adapun secara syara’ ,  maka terdapat definisi yang cukup banyak di dalam menjelaskan arti lafadz “ath thaharah”. مِنْهَا قَوْلُهُمْ فِعْلُ مَا تُسْتَبَاحُ بِهِ الصَّلَاةُ أَيْ مِنْ وُضُوْءٍ وَغُسْلٍ وَتَيَمُّمٍ وَإِزَالَةُ نَجَاسَةٍ Diantara defisininya...

TERJEMAHAN KITAB FATHUL QORIB (BAJURI) BAB RUKUN RUKUN SHALAT

BAB RUKUN-RUKUN SHOLAT (Fasal) menjelaskan rukun-rukun sholat. Sedangkan pengertian sholat secara bahasa dan istilah syara’ sudah dijelaskan di depan. (فَصْلٌ) فِيْ أَرْكَانِ الصَّلَاةِ. وَتَقَدَّمَ مَعْنَى الصَّلَاةِ لُغَةً وَشَرْعًا Rukun-rukun sholat ada delapan belas rukun. (وَأَرْكَانُ الصَّلَاةِ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ رُكْنًا) Niat Salah satunya adalah niat. Niat adalah menyengaja sesuatu berbarengan dengan melaksanakan-nya. Tempat niat adalah hati. أَحَدُهَا (النِّيَّةُ) وَهِيَ قَصْدُ الشَّيْئِ مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ وَمَحَلُّهَا الْقَلْبُ Ketika sholat fardlu, maka wajib niat fardlu, menyengaja melaksanakannya dan menentukannya semisal Subuh atau Dhuhur. فَإِنْ كَانَتِ الصَّلَاةُ فَرْضًا وَجَبَ نِيَّةُ الْفَرْضِيَّةِ وَقَصْدُ فِعْلِهَا وَتَعْيِيْنُهَا مِنْ صُبْحٍ أَوْ ظُهْرٍ مَثَلًا Atau sholat sunnah yang memiliki waktu tertentu seperti sholat rawatib atau sholat yang memiliki sebab seperti sholat istisqa’, maka wajib menyengaja melaksanakannya dan mene...

TERJEMAHAN KITAB FATHUL QORIB (BAJURI) BAB SIWAK

BAB SIWAK (Fasal) menjelaskan tentang menggunakan alat siwak. Bersiwak termasuk salah satu kesunnahan wudu’. (فَصْلٌ) فِي اسْتِعْمَالِ آلَةِ السَّوَاكِ, وَهُوَ مِنْ سُنَنِ الْوُضُوْءِ Siwak juga diungkapan  untuk  barang yang digunakan bersiwak, yaitu kayu  arak  dan sesamanya. وَيُطْلَقُ السِّوَاكُ أْيضًا عَلَى مَا يُسْتَاكُ بِهِ مِنْ أَرَاكٍ وَنَحْوِهِ Hukum Bersiwak Siwak disunnahkan pada semua keadaan. (وَالسِّوَاكُ مُسْتَحَبٌّ فِيْ كُلِّ حَالٍ) Siwak tidak dimakruhkan  tanzih  kecuali setelah tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa, baik puasa fardlu atau sunnah. وَلَا يُكْرَهُ تَنْزِيْهًا (إَلَّا بَعْدَ الزَّوَالِ لِلصَّائِمِ) فَرْضًا أَوْ نَفْلًا Hukum makruh tersebut menjadi hilang dengan terbenamnya matahari. Namun imam an Nawawi lebih memilih hukum tidak makruh secara mutlak. وَتَزُوْلُ الْكَرَاهَةُ بِغَرُوْبِ الشَّمْسِ وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ عَدَمَ الْكَرَاهَةِ مُطْلَقًا Tempat-...